Dalam praktik pertanian, pestisida digunakan untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma. Pestisida membantu petani meningkatkan produktivitas serta menjaga kualitas hasil panen agar tetap optimal.
Di lapangan, banyak petani memilih pestisida berdasarkan saran dari sesama rekannya. Label pada kemasan sering kali hanya dibaca sepintas, bahkan kadang tidak diperhatikan sama sekali.
Padahal, ada informasi teknis yang bisa memengaruhi cara kerja pestisida di sawah atau ladang—salah satunya adalah kode formulasi. Kode seperti EC, WP, atau SC bukan sekadar huruf acak; masing-masing menunjukkan bentuk fisik pestisida (misalnya cairan, bubuk, atau suspensi), cara pencampuran dengan air, serta teknik aplikasi yang sesuai.
Mengabaikan informasi ini dapat menyebabkan pencampuran tidak larut sempurna, penyumbatan alat semprot, atau residu berlebih di tanaman. Dalam kasus tertentu, kesalahan tersebut juga memperbesar risiko paparan terhadap pengguna dan pencemaran lingkungan sekitar.
Nah, artikel ini akan membahas secara lengkap berbagai jenis kode formulasi pestisida, baik yang berbentuk cair maupun padat, beserta fungsi dan cara penggunaannya.
Apa Itu Pestisida? Ini Fungsinya!
Pestisida adalah bahan atau campuran bahan yang dirancang untuk mencegah, memberantas, atau mengendalikan organisme pengganggu—termasuk serangga, gulma, jamur, bakteri, virus, dan hewan pengerat—yang dapat menimbulkan gangguan pada tanaman, hewan ternak, atau lingkungan budidaya.
Pestisida memiliki berbagai fungsi tergantung pada jenis organisme target yang ingin dikendalikan. Beberapa fungsi utama pestisida antara lain:
-
Mencegah kerusakan tanaman: Mengurangi serangan hama dan penyakit sejak dini.
-
Meningkatkan hasil panen: Tanaman yang sehat dan bebas gangguan memiliki potensi hasil lebih tinggi.
-
Menjaga kualitas produk: Menghindari kerusakan fisik maupun kontaminasi pada hasil panen.
-
Mendukung efisiensi tenaga dan biaya: Mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk penyiangan gulma atau pengendalian manual hama.
Jenis-Jenis Pestisida Berdasarkan Target Organisme
Berdasarkan jenis organisme sasarannya, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi:
-
Insektisida: Untuk mengendalikan serangga.
-
Fungisida: Untuk membasmi jamur atau cendawan penyebab penyakit tanaman.
-
Herbisida: Untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan gulma.
-
Rodentisida: Untuk membunuh tikus atau hewan pengerat lainnya.
-
Bakterisida: Untuk membasmi bakteri yang menyerang tanaman.
-
Nematodisida: Untuk mengendalikan cacing nematoda di dalam tanah.
Mengapa Kode Formulasi Pestisida Itu Penting?
Kode formulasi pestisida adalah sistem pengkodean internasional yang menjelaskan bentuk fisik dan cara penggunaannya, seperti cair, padat, atau gas, serta karakteristik campurannya.
Contoh kode formulasi meliputi WP (Wettable Powder), EC (Emulsifiable Concentrate), SC (Suspension Concentrate), dan lain-lain.
Meskipun terlihat seperti singkatan teknis, kode formulasi ini memiliki peran penting dalam dunia pertanian dan pengelolaan pestisida secara aman dan efektif.
Berikut alasan mengapa pemahaman terhadap kode formulasi sangat penting:
1. Menentukan Cara Aplikasi yang Tepat
Setiap formulasi pestisida dirancang untuk metode aplikasi yang berbeda, dan memahami kode pada label kemasan membantu petani menyesuaikan cara pakai dengan jenis hama serta kondisi lahan.
Misalnya, formulasi EC (Emulsifiable Concentrate) perlu dicampur dengan air lalu disemprotkan ke permukaan daun, cocok untuk hama yang menyerang bagian atas tanaman.
Sebaliknya, formulasi GR (Granule) digunakan dengan cara ditabur langsung ke tanah dan bekerja secara sistemik melalui akar.
2. Mempengaruhi Efektivitas dan Stabilitas Pestisida
Formulasi memengaruhi cara kerja zat aktif, termasuk kecepatan pelepasan, daya lekat di permukaan tanaman, dan ketahanannya. Kesalahan memilih formulasi dapat membuat pestisida tidak bekerja secara optimal.
Misalnya, formulasi SC (Suspension Concentrate) dikenal stabil terhadap paparan sinar matahari, sehingga cocok digunakan pada tanaman terbuka.
Sementara itu, formulasi WP (Wettable Powder) harus segera mengering setelah pengaplikasian karena mudah tercuci jika terkena hujan.
Jika formulasi tidak sesuai dengan kondisi lingkungan atau teknik aplikasi, pestisida bisa kehilangan efektivitasnya sebelum sempat bekerja optimal.
3. Menjaga Keamanan bagi Pengguna dan Lingkungan
Beberapa formulasi lebih mudah menguap atau lebih berisiko bagi kesehatan saat terhirup atau tersentuh kulit. Dengan memahami kode formulasi, pengguna dapat mengambil tindakan pencegahan yang sesuai, seperti menggunakan alat pelindung diri atau menghindari penggunaan pada area sensitif.
Sebagai contohnya, formulasi DP (Dustable Powder) yang rentan terbawa angin dan terhirup oleh pengguna.
4. Menghindari Risiko Pencampuran yang Tidak Sesuai
Beberapa formulasi tidak boleh dicampur karena dapat menyebabkan reaksi kimia berbahaya atau mengurangi efektivitas zat aktif. Dengan mengenali jenis formulasi, pengguna dapat menghindari kesalahan pencampuran yang fatal.
Jenis Kode Formulasi Pestisida dan Contohnya
Nah, untuk memudahkan pemahaman berikut ini kami jelaskan kode pestisida baik pada pestisida cair maupun padat.
1. Kode Formulasi Pestisida Cair
Formulasi cair adalah salah satu bentuk paling umum dari pestisida karena mudah digunakan dan cepat diserap oleh tanaman. Formulasi ini mengandung bahan aktif yang larut atau tersuspensi dalam cairan, biasanya air atau pelarut organik, dan digunakan dengan cara disemprotkan ke tanaman, tanah, atau permukaan sasaran lainnya.
Berikut adalah beberapa jenis kode formulasi pestisida cair yang umum digunakan, lengkap dengan penjelasan dan contohnya:
a. EC – Emulsifiable Concentrate (Konsentrat Emulsifiable)
Formulasi ini berbentuk cairan pekat yang mengandung bahan aktif terlarut dalam pelarut organik. Ketika dicampur dengan air, cairan ini akan membentuk emulsi. Salah satu keunggulannya adalah kemudahan dalam pencampuran dan kecocokannya untuk berbagai jenis hama.
Namun, karena mengandung pelarut organik, EC sering kali menimbulkan bau menyengat dan dapat menyebabkan iritasi kulit atau pernapasan.
Sebagai contoh, insektisida berbasis permethrin EC 25% termasuk dalam kategori ini.
b. SC – Suspension Concentrate (Konsentrat Suspensi)
c. SL – Soluble Liquid (Cairan Larut Air)
Pada formulasi ini, bahan aktif larut sempurna dalam air, sehingga membentuk larutan homogen tanpa endapan.
Hal ini membuat pencampuran menjadi lebih praktis dan aplikasi lebih merata. Namun, formulasi SL tidak cocok digunakan untuk bahan aktif yang tidak memiliki kelarutan tinggi dalam air.
Salah satu contoh formulasi ini adalah herbisida glifosat SL 41%, yang banyak digunakan untuk pengendalian gulma.
d. ME/CS – Microemulsion / Capsule Suspension
Merupakan formulasi modern yang menggunakan teknologi mikro atau nano kapsul untuk membungkus bahan aktif.
Saat diaplikasikan, kapsul tersebut melepaskan zat aktif secara perlahan, sehingga memberikan efek pengendalian hama yang lebih panjang dan stabil.
Keunggulannya terletak pada kestabilan dan durasi perlindungan, meskipun formulasi ini biasanya lebih mahal dibandingkan dengan jenis konvensional. Insektisida lambat lepas berbasis lambda-cyhalothrin dalam bentuk CS adalah salah satu contohnya.
e. ULV – Ultra-Low Volume (Volume Sangat Rendah)
Formulasi ULV sangat pekat dan dirancang untuk digunakan dalam jumlah yang sangat kecil tanpa dicampur air.
Biasanya diaplikasikan menggunakan alat khusus yang menghasilkan kabut halus, sehingga sangat efisien dalam menjangkau area luas dengan bahan aktif minimal.
Namun, penggunaannya membutuhkan perlindungan pernapasan karena kabut yang dihasilkan mudah terhirup.
Formulasi ini umum digunakan dalam insektisida untuk pengendalian nyamuk di area perkotaan atau lahan luas, terutama dalam program pengasapan atau fogging.
Tabel Ringkasan Formulasi Pestisida Cair
Kode | Nama | Karakteristik Utama | Contoh Penggunaan |
---|---|---|---|
EC | Emulsifiable Concentrate | Larut dalam pelarut organik, membentuk emulsi | Insektisida untuk daun |
SC | Suspension Concentrate | Suspensi partikel padat dalam air | Fungisida sistemik |
SL | Soluble Liquid | Larut sempurna dalam air | Herbisida kontak |
ME/CS | Microemulsion/Capsule Suspension | Kapsul mikro, pelepasan lambat | Insektisida residual |
ULV | Ultra-Low Volume | Sangat pekat, tanpa pelarut air | Pengasapan luar ruang |
2. Formulasi Pestisida Padat
Formulasi pestisida padat merupakan bentuk formulasi yang tidak mengandung air atau pelarut cair lainnya. Biasanya digunakan dengan cara dilarutkan, disuspensikan, atau disebar langsung di lapangan. Formulasi padat lebih stabil dalam penyimpanan dan sering dipilih karena lebih aman dalam penanganan serta lebih ramah lingkungan.
Berikut ini adalah jenis-jenis formulasi padat beserta kode, karakteristik, dan contohnya:
a. WP – Wettable Powder (Serbuk Basah)
Formulasi ini berupa serbuk halus yang harus dicampur dengan air sebelum digunakan. Bahan aktif dalam WP biasanya dilengkapi dengan zat tambahan agar mudah terdispersi dalam air. Kelebihannya terletak pada stabilitas dan kemudahan penyimpanan, serta relatif aman selama pengangkutan.
Namun, WP memiliki kekurangan berupa potensi menimbulkan debu saat pencampuran dan memerlukan pengadukan konstan selama pengaplikasian agar partikel tidak mengendap.
Salah satu contoh dari formulasi ini adalah insektisida dengan bahan aktif carbaryl dalam konsentrasi WP 85%.
b. WG/WDG – Water Dispersible Granule (Granul Dispersi Air)
Merupakan bentuk butiran padat yang larut atau terdispersi dalam air, menghasilkan suspensi mirip dengan WP namun dengan risiko debu yang jauh lebih rendah.
WG/WDG sangat mudah ditangani dan cepat larut, membuatnya populer untuk pengaplikasian lapangan.
Walau demikian, formulasi ini tetap memerlukan pencampuran awal dalam air sebelum diaplikasikan. Sebagai contoh, fungisida berbahan aktif azoxystrobin dalam bentuk WDG 50% banyak digunakan dalam hortikultura.
c. GR – Granule (Granul)
Formulasi GR berbentuk butiran kasar yang diaplikasikan langsung ke permukaan tanah tanpa perlu pencampuran air.
Bahan aktif dilepaskan perlahan, sehingga cocok untuk pengendalian hama tanah atau aplikasi melalui sistem irigasi. Formulasi ini sangat praktis untuk area pertanaman luas seperti sawah atau perkebunan.
Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada tingkat kelembapan tanah. Salah satu contoh penggunaannya adalah insektisida berbahan aktif fipronil dalam bentuk GR 0,3% yang digunakan pada tanaman padi.
d. DP – Dustable Powder (Serbuk Tabur)
Formulasi ini berupa serbuk sangat halus yang langsung ditaburkan ke tanaman atau tanah tanpa perlu dicampur air. Aplikasinya sangat cepat, namun formulasi DP memiliki kelemahan signifikan yaitu mudah terbawa angin dan menimbulkan risiko inhalasi bagi pengguna, terutama saat digunakan di area terbuka.
Oleh karena itu, alat pelindung diri sangat diperlukan saat mengaplikasikan jenis ini. Contoh formulasi DP adalah insektisida berbahan aktif sulfur dengan konsentrasi 98%.
e. TB – Tablet
Merupakan bentuk pestisida padat berbentuk tablet, yang digunakan dengan cara dilarutkan dalam air atau langsung diaplikasikan pada sistem tertentu seperti kolam atau irigasi tetes.
Formulasi TB memungkinkan dosis yang presisi dan mengurangi risiko tumpahan atau debu selama penanganan.
Meski demikian, penggunaannya masih terbatas pada sektor-sektor tertentu, seperti akuakultur atau pengelolaan air.
Salah satu contohnya adalah algaecide tablet yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan alga di kolam atau kanal.
Tabel Ringkasan Formulasi Pestisida Padat
Kode | Nama | Karakteristik Utama | Contoh Penggunaan |
---|---|---|---|
WP | Wettable Powder | Serbuk larut air, perlu agitasi | Penyemprotan daun |
WG/WDG | Water Dispersible Granule | Granul yang larut air, minim debu | Fungisida tanaman hortikultura |
GR | Granule | Butiran kasar, diaplikasikan langsung ke tanah | Insektisida sistemik untuk padi |
DP | Dustable Powder | Serbuk halus, ditabur langsung | Pengendalian hama di permukaan daun |
TB | Tablet | Bentuk tablet, pelepasan lambat atau langsung | Pengendalian ganggang di kolam |
Memahami kode formulasi bukan hanya penting dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi keselamatan, efisiensi biaya, dan efektivitas hasil. Dengan membaca label dengan benar, pengguna dapat menghindari kerusakan tanaman, pencemaran lingkungan, serta kerugian ekonomi akibat aplikasi yang tidak optimal.